22 Juli 2008

Pilgub Kaltim

Suatu Pendekatan Political Marketing

Pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang mempertemukan dua pasang calon kuat yakni Fauzi Bowo-Prijanto dan Adang-Dani, yang hasil akhirnya memunculkan Fauzi Bowo-Prijanto sebagai kandidat yang terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI 5 tahun ke depan.

PEMILIHAN Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta telah usai, tetapi menyisakan suatu kasus pemasaran yang luar biasa dalam hal penggunaan strategi marketing. Terutama pendekatan political marketing sebagai ujung tombak untuk memenangkan hasil pemilu yang menjaring pemilih potensial dan loyal kepada calon gubernur yang bertarung secara ketat.

Pemilih (baca: konsumen) setiap hari disuguhi promosi yang jor-joran dari kedua kandidat melalui kegiatan promosi yang sangat efektif menggunakan saluran-saluran above the line (ATL) yakni media massa (koran, majalah, radio, TV) yang ternyata memberikan pengaruh yang signifikan sebagai influencer mumpuni untuk mempengaruhi pemilih secara bertahap agar mau memilih salah satu kandidat cagub sehingga membentuk sebuah loyalitas pemilih yang sangat kuat.

Itu baru dari sisi ATL, yang lebih heboh dan serunya perang promosi di sektor bellow the line dimana dipasang ribuan bahkan jutaan poster, spanduk, sticker, billboard, flyers hingga baju kaos bagi pemilih untuk menarik minat mereka untuk ikut dalam pilkada tersebut. Tentu saja pemandangan kota Jakarta sesaat menjadi "kota promosi politik" menjadi pemandangan biasa bagi rakyatnya yang selama sekitar 2 bulan menjadi santapan empuk promosi dari strategi marketing kedua cagub tersebut. Penerapan strategi marketing dengan pendekatan political marketing merupakan suatu langkah jitu menarik minat para pemilih Jakarta yang diberitakan pada awalnya di TV nasional menyebut adanya rasa enggan mengikuti pilkada akhirnya menjadi mau mengikuti secara antusias.

Bagaimana dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kaltim yang akan direncanakan pada bulan April 2008. Bagi para calon Gubernur Kaltim yang nantinya akan bertarung secara mati-matian? Apakah semua kontestan seperti yang dirilis dalam polling media massa lokal yang jumlahnya lebih dari 10 orang akan benar-benar akan ikut atau akan tereleminasi sebagian besar ketika akan mendekati masa penjaringan cagub oleh partai politik sebagai "kendaraan dinas" menuju KT 1 Kaltim?

Kita lihat saja nanti tanggal mainnya, tetapi terlepas dari masa penjaringan itu masih ada yang lebih penting dipersiapkan yang tentu saja diperlukan persiapan yang jauh-jauh hari mesti dilakukan secara cermat. Masalah pembiayaan, jangan sampai diawal sebelum masa kampanye tadinya nge-joss tetapi di tengah saat masa kampanye menjadi impotent akibat kehabisan dana kampanye.

Untuk mengupas lebih jauh strategi marketing dengan pendekatan political marketing di Kaltim maka kita perlu mengulas dari awal terutama menyiapkan strategi yang lebih fokus pada kampanye. Bagaimana bisa merebut hati rakyat Kaltim sebagai pemilih utama bagi kandidat yang diusung. Strategi marketing ini tentu saja membutuhkan persiapaan yang sangat matang dan hati-hati terutama dari sisi kampanye yang dilakukan dengan mengangkat tema-tema yang mampu mencuri perhatian pemilih.

Perlu dipahami kampanye politik dalam sebuah tatanan negara modern telah bergeser dari "political war" dan debat-debat yang penuh intrik bahkan cenderung black campaign dengan saling menjatuhkan menjadi sebuah "marketing war" yang kreatif, inovatif dan persuasif. Bahkan bila dikemas dalam suatu integrasi komunikasi pemasaran yang baik maka dia akan menjadi tontonan yang menarik ketimbang penuh konflik.

Kunci utamanya terletak pada penerimaan "voter market" yakni rakyat Kaltim, bukan sebuah opini sempit semata. Selain itu sebaiknya tema-tema kampanye yang akan diusung lebih tepat dengan realita permasalahan umum yang sering dihadapi rakyat Kaltim seperti kondisi listrik yang sering byar pet, masalah air minum, pendidikan, kesehatan, transportasi yang masih mahal akibat demografi yang sangat luas serta yang paling krusial membuka lapangan kerja.

Tema-tema kampanye seperti itu tentu saja mesti diramu dengan cantik sehingga nantinya oleh juru kampanye dapat diterima dengan baik oleh simpatisannya dan yang pasti "STOP JUAL JANJI" , karena kondisi pemilih sekarang sudah pintar memilah dan menilai dari penawaran program kerja yang akan diusung oleh kandidat cagub Kaltim. Lalu pertanyaan mendasarnya bagaimana bisa memasarkan para kandidat mereka agar tampil memukau dan bisa diterima seluruh pemilih dengan senang hati?

Berikut ini akan dipaparkan secara bertahap suatu pendekatan political marketing yang dipadukan dengan integrasi pemasaran terpadu kampanye yang mesti dilakukan tim sukses kandidat cagub Kaltim agar bisa memenangkan Pilkada Kaltim 2008 dengan sukses. Kiat suksesnya bila berkaca dari Pilgub DKI Jakarta dengan membuat strategi marketing campaign yang mesti terencana dan terarah layaknya sebuah strategi marketing perusahaan ketika akan melanjutkan bisnisnya di tahun depan agar bisa memenangkan pasar.

Strategi Segmentasi: Memilah Pemilih Loyal dan tak Loyal

Umumnya keinginan seorang politisi ingin meraih suara paling terbanyak dari pemilih sehingga nantinya hasil perhitungan suara akan mengangkat dirinya sebagai pemimpin, tentu saja itu tidak mungkin. Dalam iklim yang kompetitif dengan kondisi multi partai yang saat sekarang berlaku di Indonesia tentu saja ini menjadi kendala besar. Karena karakter para pemilih sangat beragam.

Aspirasi seorang pemilih bisa saja sama atau berbeda dengan aspirasi pemilih lainnya, selain itu perbedaan karakter juga akan menyebabkan mereka memberi respon yang berbeda terhadap pendekatan komunikasi tertentu. Para cagub perlu memilah milah para pemilih menjadi beberapa kelompok berdasarkan karateristik tertentu. Proses pengelompokan pasar ini yang disebut segmentasi dan kelompok yang dihasilkan disebut sebagai segmen.

Segmentasi dapat dilakukan dengan banyak pendekatan dan para cagub dapat memilih salah satu pendekatan atau mengkombinasikan beberapa pendekatan sebagai kerangka menyusun startegi pemasaran yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam memilah pemilih. Adapun pendekatan segmentasi yang dapat dilakukan dengan cara membuat segmentasi demografi. Segmentasi demografis digunakan untuk memilah para pemilih berdasarkan karakteristik demografis seperti usia, gender, agama, pendidikan, pekerjaan, kelas social-ekonomi dan sebagainya.

Data pemilih dapat menggunakan data yang sudah disusun oleh lembaga BPS, KPUD, Panwaslu, atau data yang dirilis oleh lembaga pengamat pemilu, LSM dan lainnya sebagai acuan untuk memilah pemilih yang potensial dan dan tidak potensial. Perlu diperhatikan karakteristik demografis yang telah disebutkan terutama karakteristik segmentasi agama hingga saat ini masih merupakan salah satu pendekatan segmentasi yang penting untuk memahami karakter pemilih di Indonesia. Umumnya para pemilih yang memegang kuat ajaran agama cenderung memilih partai-partai agama atau partai yang dipersepsikan sebagai partai yang berlandaskan agama. Demikian pula segmen pemilih yang tidak memilih partai agama akan melirik partai yang memiliki landasan nasionalis dan pluralis. Bahkan koalisi partai agama dapat menjadi suatu cara pengumpulan suara dari simpatisan partai mereka dimana partai-partai tersebut ada yang mengusung salah satu cagub Kaltim sehingga dapat dimungkin suara akan menjadi banyak pada saat penghitungan suara.

Targeting: Strategi Menjaring Pemilih Potensial

Targeting atau menetapkan sasaran adalah memilih salah satu atau beberapa target pemilih potensial yang akan dibidik untuk menetapkan sasaran obyektif. Sebelum menentukan target sasaran terlebih dahulu kita mulai dengan memahami wilayah pemilihan. Masing-masing cagub mesti melihat jumlah total pemilih disuatu wilayah pemilih yang ikut dalam pemilu lalu dengan membandingkan pemilih potensial yang ikut dengan jumlah suara minimal yang kemungkinan akan diraih. Dengan mengesampingkan kelompok golongan putih (non voter) maka akan didapat 3 target besar pemilih potensial:

1. Para pendukung cagub, di sini dapat di bagi 2 lagi: Pendukung inti atau lazim disebut basis massa, ini adalah pendukung fanatik yang sangat sulit berubah pilihannya. Pendukung lapis kedua yang lazim disebut partisan, merupakan massa pendukung yang kemungkinan masih bisa berubah pilihannya oleh faktor-faktor tertentu atau tawaran- tawaran tertentu.

2. Para pendukung cagub pesaing yang juga terdiri dari pendukung inti dan pendukung lapis kedua.

3. Massa mengambang, yakni pemilih yang belum memutuskan kepada pihak mana suara akan diberikan. Massa ini juga dipilah menjadi dua, yakni Nonpartisipan dimana dari pemilu ke pemilu keputusan pilihan tidak menetap pada satu cagub tertentu tapi bisa berubah-ubah tergantung faktor situasional. Partisipan yang pernah menjadi pendukung cagub tertentu tapi akan mengubah pilihannya karena merasa aspirasinya tidak terpenuhi.

Seperti yang ditemui dari hasil survei LSI menyebutkan tentang tiga faktor terpenting yang menjadi alasan para pemilih untuk memilih, yakni program (22 persen), kesukaan akan tokoh atau pemimpin partai (20 persen), dan kebiasaan (20 persen).

Positioning: Citra Cagub

Dikenalnya figur cagub oleh masyarakat luas merupakan persoalan yang sangat penting, bahkan komunikasi dengan menggunakan promosi yang jorr-jorran belumlah cukup untuk menempelkan citra seorang cagub di memori setiap orang. Diperlukan suatu strategi pemasaran yang berkaitan dengan citra yang disebut dengan positioning, tahap ini merupakan suatu langkah yang sangat urgensi karena seperti mencari jendela di otak pemilih dan positioning bukanlah suatu strategi produk, tetapi strategi komunikasi karena menyangkut mind game yang harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan langkah yang tepat sebab berhubungan dengan cara konsumen memproses & menyimpan informasi.

Menangkap Simpati Pemilih

Setelah membuat strategi kampanye maka ditambah dengan strategi Integrasi Komunikasi Pemasaran yang disusun dengan skema perencanaan yang terarah dan sistemastis, seperti membuat matriks perencanaan kampanye, menentukan kampanye individual dan massa, periklanan, humas, direct mail, komunikasi lewat media cetak dan elektronik, desain kampanye, hingga perencanaan biaya komunikasi pemasaran selama kampanye.

Tidak ada komentar: