22 Juli 2008

Perkawinan Dibawah Tangan

Apakah perkawinan bawah tangan itu?Perkawinan bawah tangan atau yang dikenal dengan berbagai istilah lain seperti ‘kawin bawah tangan’, ‘kawin siri’ atau ‘nikah sirri’, adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat istiadat dan tidak dicatatkan di kantor pegawai pencatat nikah (KUA bagi yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi non-Islam).

2. Apakah Perkawinan Bawah Tangan dikenal dalam sistem hukum Indonesia?Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah ‘kawin bawah tangan’ dan semacamnya dan tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Namun, secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku, khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan pasal 2 ayat 2.

3. Akibat hukum perkawinan bawah tanganMeski secara agama atau adat istiadat dianggap sah, namun perkawinan yang dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak sah dimata hukum.

4. Apakah dampak dari Perkawinan Bawah Tangan?

a. Terhadap Istri Perkawinan bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri dan perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial.

Secara hukum:- Anda tidak dianggap sebagai istri sah;- Anda tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia; - Anda tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum perkawinan anda dianggap tidak pernah terjadi;

Secara sosial:Anda akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan bawah tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan (alias kumpul kebo) atau anda dianggap menjadi istri simpanan.

b. Terhadap anak

Sementara terhadap anak, tidak sahnya perkawinan bawah tangan menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum, yakni:

Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 UU Perkawinan, pasal 100 KHI). Di dalam akte kelahirannyapun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya.

Ketidakjelasan status si anak di muka hukum, mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja, suatu waktu ayahnya menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya.

Yang jelas merugikan adalah, anak tidak berhak atas biaya kehidupan dan pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya

c. Terhadap laki-laki atau suamiHampir tidak ada dampak mengkhawatirkan atau merugikan bagi diri laki-laki atau suami yang menikah bawah tangan dengan seorang perempuan. Yang terjadi justru menguntungkan dia, karena:

Suami bebas untuk menikah lagi, karena perkawinan sebelumnya yang di bawah tangan dianggap tidak sah dimata hukum

Suami bisa berkelit dan menghindar dari kewajibannya memberikan nafkah baik kepada istri maupun kepada anak-anaknya

Tidak dipusingkan dengan pembagian harta gono-gini, warisan dan lain-lain

Perkawinan tanpa surat nikah menimbulkan berbagai masalah kepada anak dan wanita.

Kawin lari bukan lagi isu baru. Tetapi, yang menyedihkan, semakin banyak gadis yang nekad melakukan apa saja asalkan mereka dapat menikah dengan orang yang dicintai. Pertanyaannya, kenapa semakin banyak orang yang rela tergesa-gesa menuruti kata hati hingga tidak mempedulikan dampaknya di kemudian hari?

Yang lebih mengecewakan, ada yang sanggup 'mempermainkan' hukum Islam karena tidak memperhatikan apakah pernikahannya itu sah menurut hukum agama atau tidak. Bahkan, baru-baru ini ada kasus yang melibatkan pemalsuan surat kematian bapak sebagai wali dengan alasan demi mengejar cinta.

Malangnya, selepas bersusah payah menguruskan dokumen dan mengeluarkan uang yang banyak untuk bernikah, akhirnya pernikahan mereka nyata tidak sah. Selain sia-sia, anak menjadi korban. Tidak bisa mendapatkan akta kelahiran untuk syarat sekolah karena tindakan orang tuanya.

Wakil kepala Bagian Undang-undang Keluarga Kantor Agama Islam Selangor (Jais)--setaraf kandepag daerah--Suhaini Ahmad Wakid, memberikan nasehat kepada pasangan, terutama wanita yang ingin menikah, agar mengikuti peraturan yang telah ditetapkan demi kebaikan mereka.

''Mereka rela dengan susah payah menyeberangi sungai, keluar masuk hutan dan semak belukar untuk menikah di perbatasan. Ada yang setelah menikah, bom meletus. Biaya pernikahan juga tinggi, sekitar 1.000 sampai 3.000 ringgit(kira-kira Rp 2,3 juta-Rp 6,9 juta),'' ungkap Suhaini.

Setelah menikah mereka bisa memilih surat nikah dari daerah mana yang mereka mau. ''Namun, pernikahan itu tidak sah dan surat nikah yang mereka dapat juga palsu. Apa salahnya mereka menunggu dengan sabar dan mengikuti peraturan, karena biaya nikah yang sebenarnya tidak semahal nikah lari. Contohnya di Selangor, hanya perlu membayar sebesar tidak lebih dari 150 ringgit (kira-kira Rp 345 ribu) untuk proses pernikahan,'' katanya.

Merusak masa depanDampak nikah tanpa izin atau kawin lari lebih banyak menyusahkan wanita bila dibandingkan lelaki. Kira-kira 80 persen wanita menjadi korban ketika pernikahan yang telah dibangun mulai retak atau menghadapi masalah.

''Apabila pernikahan tidak didaftarkan, bagaimana wanita dapat mengadu kepada pengadilan karena pada hakikatnya pernikahan tersebut tidak diakui? Wanita menjadi korban apabila suami mulai melakukan hal-hal yang tidak diinginkan,'' tutur Suhaini.

Terbaru, seorang wanita yang kawin lari tidak dapat menyekolahkan anaknya yang berusia delapan tahun karena tidak memiliki surat nikah. Adapun suaminya sudah menghilangkan diri entah ke mana.

Suhaini meyakini masih banyak pasangan yang kawin lari tidak mendaftarkan pernikahan mereka di Departemen Agama daerah masing-masing. ''Memang ada pasangan yang datang secara suka rela untuk mendaftarkan pernikahan mereka, tetapi kebanyakannya didapati mereka akan mendaftar apabila mengalami kesulitan untuk mendaftarkan anak mereka di Kantor Pendaftaran Negara (JPN), memperpanjang visa di imigrasi, atau untuk menuntut hak perceraian di pengadilan,'' katanya.

Beliau berkata, berbagai alasan diberikan oleh pasangan yang memilih menikah siri atau kawin lari. Yang paling umum dan sering disampaikan, karena ingin berpoligami, wali atau keluarga tidak merestui pernikahan, dan nikah karena kecelakaan (hamil duluan).

''Kebanyakan kasus kawin lari melibatkan pria lokal yang ingin menikahi wanita asing dari Indonesia. Wanita tersebut pada umumnya tidak jelas statusnya, apakah masih gadis atau janda. Kalau janda, mesti ada surat cerai. Oleh karena tidak ada, maka mereka mengambil jalan mudah untuk menikah.

"Lelaki harus berhati-hati apabila menikahi wanita asing, karena kemungkinan mereka masih bersuami. Jika masih isteri orang, pernikahan tersebut sudah tentu tidak sah. Mereka sanggup berbohong asalkan dapat menikahi lelaki setempat," katanya.

Pernikahan tersebut diyakini dilakukan oleh orang yang mengerti tentang agama. Tetapi mereka mencoba memutarbalikkan hukum agama semata-mata karena ingin meraih keuntungan. Bahkan, sebagian dari mereka ada yang sangat mengerti tentang agama dan juga mantan penghulu yang sudah menyelesaikan tugasnya.

''Kita juga tidak menolak kemungkinan orang dalam departemen agama terlibat karena ada pasangan yang mengaku mendapat bantuan dari mereka. Tindakan yang tegas akan dikenakan, seperti denda sampai 5.000 ringgit (Rp 11,5 juta) untuk mencegah kegiatan kawin lari. Untuk saat ini hukumannya terlalu ringan, yaitu tidak melebihi 1.000 (Rp 2,3 juta) dan penjara tidak melebihi dari enam bulan atau dua hukuman sekaligus,'' katanya.

'Jangan Terlalu Mengikuti Perasaan'

Buang emak, buang saudara, karena kasih hamba turutkan!. pepatah Melayu ini sudah tidak relevan lagi karena peredaran waktu. Justru, wanita diingatkan agar berpikir lebih panjang serta tidak terlalu mengikuti kata hati sebelum mengambil keputusan untuk mengikuti pasangan masing-masing menikah tanpa izin atau kawin lari.

Ketua Wanita Jamaah Islah Malaysia (JIM), Dr Harlina Halizah Siraj, mengatakan, pernikahan yang dijalankan tanpa izin hanya akan memberikan dampak kepada wanita daripada lelaki. Statusn pernikahan tersebut pun palsu dan tidak sah menurut undang-undang.

''Pernikahan tanpa izin/kawin lari biasanya tidak sah dari segi undang-undang dan agama. Justeru, dampaknya akan lebih dirasakan oleh wanita terutama apabila perkawinan tersebut bermasalah. Wanita tidak akan mendapatkan haknya sebagai istri apabila pengadilan mendapati bahwa pernikahan mereka tidak sah dan tidak dicatat di KUA,'' katanya.

Disamping itu, lanjut Harlina, masa depan anak yang akan dilahirkan mesti dipikirkan. Banyak kasus tentang pasangan yang kawin lari akhirnya tidak bisa memiliki akta lahir untuk anak mereka.

''Anak dari hubungan tersebut tidak memiliki akta lahir, sehingga mereka tidak bisa menikmati fasilitas dan kemudahan sebagai rakyat di negara ini, seperti mendapatkan pendidikan di sekolah. Kelahiran mereka seakan-akan tidak wujud dan bisa dipermasalahkan oleh pihak sekolah,'' katanya.

Dia turut menegaskan agar mereka yang melanggar unsang-undang dikenakan hukuman yang setimpal, termasuk dalang atau oknum yang terlibat dalam pernikahan tanpa izin atau kawin lari.

''Hukuman yang ada ternyata tidak setimpal dan tidak ditakuti, sehingga banyak yang berani melanggar undang-undang yang telah ditetapkan. Walau bagaimanapun dalam hal ini, wanita mesti memikirkan masa depan mereka dan mereka berhak memilih jalan hidup yang lebih terjamin,'' katanya.

(halina mohd noor )

Islam memerintahkan ummatnya untuk menikah. Anjuran ini tercantum dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam sebagai berikut :

وَإِنْ خِفْتُمْ أّلاَّتُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّتَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّتَعُولُوا[1]

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) wanita yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. 4:3)[2]

Ayat ini berisi perintah bagi kaum muslimin agar mereka menikah dengan wanita yang mereka sukai dua, tiga atau empat. Jika takut bertindak tidak adil kepada istri-istrinya yang lebih dari satu, maka diperbolehkan menikah dengan satu istri. Namun seorang muslim tetap diperintahkan untuk menikah.

Allah menceritakan bahwa para Nabi dan Rasul juga melaksanakan pernikahan dan mempunyai keturunan. Allah berfirman :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً[3]... ...

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan[4].(QS. 13:38)

Para Nabi dan Rasul adalah mereka yang berjalan pada jalan yang lurus, jika mereka menikah maka sudah semestinya kita ikuti ajaran mereka.

وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [5]

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang wanita.Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. [6]

Menikahi Seseorang Yang Pernah Berzina

Nikah

Penanya: AchmadDijawab Oleh: Ust. Abu Ukasyah Aris Munandar

Pertanyaan:Assalamu ‘alaikum wr wb

Sehubungan dengan An Nuur ayat 3, apakah dibolehkan seseorang yang tidak pernah berzina menikahi laki2/perempuan yang sering berzina dimasa lalunya (sekarang sudah bertaubat). Saya ambil contoh secara ekstrim, ada seorang laki2 beriman ingin menikahi mantan pelacur (sudah bertaubat tapi belum berpakaian secara syar’i), apakah hal itu diperbolehkan? Atau sebaiknya laki2 itu mencari yang lebih baik?Jazakumullahu khoiron

Jawaban Ustadz:Ibnu Katsir mengatakan “dari ayat ini (An-nur: 3), Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa akad nikah antara laki-laki yang menjaga kehormatan dan pelacur itu tidak sah selama dia (perempuan tersebut –ed) masih melacur dan belum bertaubat. Jika perempuan tersebut sudah bertaubat maka akad nikah sah, dan sebaliknya jika belum bertaubat maka tidak sah. Demikian juga akad nikah wanita merdeka yang menjaga kehormatan dengan laki-laki hidung belang itu tidak sah, kecuali jika orang tersebut (laki-laki tersebut –ed) sudah bertaubat dengan benar” (Tafsir Ibnu Katsir 3/352).

Disamping itu, laki-laki tersebut harus bisa menjaga lisan agar jangan sampai mengungkit-ungkit masa lalu isterinya saat terjadi pertengkaran. Meskipun demikian, mencari yang lebih baik itu jelas lebih baik ditinjau dari banyak sisi.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Kepada Pengasuh PV yang saya hormati, Saya mohon penjelasan boleh,tidaknya/hukum manusia menikah dengan jin Sekian terima kasih wassalam mafolga@tegal.indo.net.id

Jawab

Assalamu'alaikum wr. wb.

Masalah ini pernah dibahas oleh Imam Syibli Hanafi (769 h) dalam bukunya "Aakamul Marjan" dan Dumairi dalam kitabnya "Hayatul Hayawan al-Kubra". Pembahasan meliputi permasalahan mungkinkah manusia menikah dengan jin? dan bolehkah bila itu terjadi. Kemungkinanya, Kebanyakan ulama mengatakan mungkin dengan dalil firman Allah kepada iblis "berserikatlah dengan mereka (manusia) dalam harta dan anak-anak mereka" (Isra' : 64). Hadist Rasulullah memperkuat ini "Barang siapa mengumpuli isterinya dengan tanpa membaca basmalah, maka syetan akan ikut andil bersamanya" (Ibnu Jarir dalam Tahdzibul Atsar).

Pendapat yang mengatakan tidak mungkin beralasan karena manusia diciptakan dari bumi, sedangkan jin dari api, kedua unsur ini tidak akan bisa berkumpul. Namun ini ditentang bahwa itu pada mulanya, tapi sekarang unsur tersebut sudah tidak ada lagi pada manusia dan jin. Alasan kedua, tidak mungkin ada hubungan sex antar kedua mahluk ini, karena bagaimana bisa terjadi sperma manusia mengalami proses pembuahan dalam rahim jin atau sebaliknya. Ini juga ditentang bahwa pernikahan sepasang manusia yang sama sekali tidak mungkin berhubungan seksual juga diperbolehkan.

Kawin Kontrak tidak Sesuai Aturan Agama Maupun Negara

Lain ceritanya ketika pernikahan tidak lagi didasarkan kepada adanya rasa kasih sayang di antara kedua mempelai, melainkan lebih kepada sekadar upaya menghalalkan perzinahan. Dalam peristiwa ini kesakralan pernikahan pun sirna, yang menonjol hanyalah nilai ekonomi dan keuntungan dari pernikahan yang kemudian sohor dengan istilah "kawin kontrak" ini. Seperti yang disinyalir banyak terjadi di Kp. Sampay, Ds. Tugu Selatan. Kec. Cisarua, Kab. Bogor.

Ada gula ada semut. Ada fulus (duit), kawin kontrak pun jadi. Ungkapan itu rasa-rasanya tepat untuk melukiskan maraknya perkawinan kontrak di daerah tersebut. Kedatangan orang asing, kebanyakan dari Arab, yang membawa pundi-pundi uang membuat sebagian perempuan di wilayah itu tak kuasa menolak tawaran untuk melakukan kawin kontrak.

Menurutnya kawin kontrak biasanya disaksikan seorang amil tak resmi. Artinya, seseorang yang bertindak seperti amil, tetapi tak tercatat di kantor desa. "Orang Arab itu kemungkinan hanya tahu orang itu adalah amil resmi. Apalagi, jika sang amil palsu itu pandai berbahasa Arab. Ya, semakin yakinlah, orang Arab itu," katanya.

Menyikapi fenomena seperti itu, Bagian Kepenghuluan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Ahmad Arfian, menegaskan menikah seperti itu haram dilakukan. Menikah dengan niat hanya dalam jangka waktu tertentu tak dibenarkan oleh Islam. "Perkawinan seperti begitu jelas tidak sah sehingga sama saja dengan berzinah," katanya.

Dijelaskannya, istilah kawin kontrak tak ada dalam Islam. Karena itu, dia sangat keberatan dengan istilah kawin kontrak. "Nikah, ya, nikah saja, tidak ditentukan harus berapa lama, Nikah harus didasari niat untuk

Dijelaskannya, istilah kawin kontrak tak ada dalam Islam. Karena itu, dia sangat keberatan dengan istilah kawin kontrak. "Nikah, ya, nikah saja, tidak ditentukan harus berapa lama, Nikah harus didasari niat untuk membangunan rumah tangga yang sakinah. Bila ada niat untuk sementara waktu saja, hal itu tak sah," katanya.

Karena itu, Arfian mengaku tak mengetahui secara pasti seberapa banyak orang yang "menikah tak sah" di wilayahnya. "Ya, namanya juga tak resmi, data pernikahan mereka tentu tak tercatat di KUA. Jika ada yang mengajukan pun, kami pasti menolaknya. Kami sudah menginstruksikan kepada seluruh Pegawai Pembantu Pencatat Nika Desa (Amil) untuk menolak pernikahan seperti itu, " katanya.

Arfian mengatakan persyaratan orang asing, termasuk dari Arab, untuk bisa menikah di Indonesia sangat ketat. Mereka harus dibekali surat persetujuan dari kedutaan. Tanpa itu, mereka tak bisa menikah secara resmi sesuai aturan negara Indonesia.

Meskipun begitu, nikah tak sah--istilah Arfian-- pernah merebak sekira 5 tahun ke belakang. Namun, semenjak reformasi, banyak terjadi amuk massa yang membakar tempat-tempat maksiat di sekitar situ. Bahkan, banyak orang Arab yang ditelanjangi warga. Akibatnya, para wisatawan Arab pun menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Bersamaan dengan itu, isu itu surut dengan sendirinya.

Pernyataan Arfian itu didukung oleh amil dari Kp. Sampay, Ds Tugu Selatan, Aos Habib. Meskipun tak menampik ada perkawinan seperti itu di wilayahnya, dia membantah keras telah menjadi saksi kawin kontrak. "Saksi pernikahan itu kemungkinan dilakukan orang lain, bukan oleh amil resmi yang ditunjuk desa," katanyaMENANGGAPI maraknya fenomena pernikahan sesaat, Efa Laela Fakhriah, SH, M.H., Kepala Biro Bantuan Hukum fakultas Hukum Unpad mengatakan, secara hukum bila pernikahan berdasarkan kontrak dengan maksud mengadakan perjanjian untuk waktu tertentu dan juga adanya imbalan, jelas menyalahi Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan. "Jadi tidak ada perkawinan secara hukum," imbuhnya.

Kalaupun mau bersandar pada hukum perjanjian, juga tidak bisa. Syarat sahnya perjanjian ada 4, yaitu sepakat kedua belah pihak, cakap dalam perikatan, yang diperjanjikan adalah suatu hal tertentu, dan perjanjian dilakukan atas kausa yang halal.

"Pernikahan sendiri bukanlah perjanjian biasa, apalagi melihat tujuannya untuk membangun sebuah keluarga. Artinya, kehidupan baru yang dibangun bukanlah untuk kenikmatan sesaat atau dibangun berdasarkan kesepakatan untuk waktu tertentu. Jadi kawin kontrak sendiri bukanlah bentuk yang diisyaratkan Undang-unadng nomor 1 tahun 1974," tambah Siti Rahayu Hadiman, SH.

Sementara Ketua PW Muslimat NU Jawa Barat, Dra. Hj R Ella M Girikomala menegaskan kawin kontrak atau kawin mut'ah sudah dilarang sejak zaman Rasulullah. Memang ketika terjadi peperangan, Rasulullah pernah membolehkan kawin mut'ah guna memenuhi kebutuhan biologis kaum pria waktu itu, namun usai perang Rasulullah secara tegas melarang untuk selamanya. "Selain itu juga karena hukum Islam sudah sempurna," ujar Ella.

Sehingga kawin kontrak atau kawin mut'ah tidak dibolehkan oleh Islam, karena melanggar aturan agama. Selain itu kawin kontrak itu kan limit waktunya dibatasi, sesuai dengan keinginan pekerja asing yang ada di Indonesia. "Ini kan jelas tujuan mereka hanya memenuhi kebutuhan biologis saja, sedang menikah itu kan tidak hanya untuk kebutuhan dunia (biologis-Red) saja, tapi juga untuk akhirat," tukas Mubaligah ini.

Nikah merupakan ibadah kepada Allah SWT berlandaskan Alquran dan Hadits, dan juga adalah sunnah Nabi Muhammad SAW. Jadi jelas kawin kontrak melanggar norma agama dan inkar sunnah Nabi Muhammad SAW, sehingga hukumnya haram dan dosa. Selain itu menurut Ella pernikahan semacam itu juga melecehkan kaum hawa. Karenanya perempuan yang mau dikawini secara kontrak artinya sama saja dengan melecehkan diri sendiri serta kaumnya.

Hal serupa juga dikemukakan Direktur Yayasan Percikan Iman Bandung, Aam Amiruddin. Menurutnya fenomena kawin mut'ah atau kawin kontrak sudah ada sejak zaman jahiliyah, namun setelah diturunkan Islam, maka Nabi Muhammad SAW melarang dan mengharamkan kawin mut'ah atau kawin kontrak tersebut.

Sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan Imam Ali bin Abi Thalib: Rasulullah mengharamkan nikah kontrak atau nikah mut'ah. (Hadits Riwayat Imam Muslim).

Kalaupun Nabi Muhammad pernah membolehkan nikah mut'ah kepada kaum laki-laki saat peperangan dahulu, menurut Aam, itu karena waktu itu hukum Islam belum sempurna. "Saat itu hukum Islam masih dalam proses penyempurnaan," ujarnya.

Nikah dalam pandangan Islam merupakan aktualisasi dari ketakwaan. Jadi bukan sekadar menghalalkan hubungan biologis, tapi juga memiliki pesan-pesan yang mulia. Kenapa nikah mut'ah diharamkan? "Karena aktualisasi ketakwaan dan kebaikannya menjadi hilang," tandas Aam.

Kemunculannya sekarang, menurut Aam karena para pelaku ingin melegalkan hubungan biologis secara bebas, artinya mereka tahu seks bebas itu diharamkan. Nah supaya merasa tidak berdosa, maka dicari legalitasnya, mereka pun melakukan nikah kontrak. "Jadi kalau mereka niatkan nikah dengan memberikan jarak sekian waktu, maka dari niatnya saja sudah salah, ini yang diharamkan," ujarnya.

Untuk mencegah terjadinya pernikahan-pernikahan semacam itu, Majelis Ulama Indonesia sebenarnya telah mengeluarkan fatwa No. Kep-B-679/MUI/XI/1997. Fatwa itu memutuskan bahwa nikah mut'ah haram hukumnya dan pelaku nikah mut'ah harus dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Melihat cara dan motivasi dari para pendatang dalam melakukan pernikahan sesaat, sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jabar Drs. Yusi Riksa Yustiana menilai kawin kontrak juga mengandung unsur pidana trafficking (perdagangan manusia). Sehingga pelakunya bisa dijerat dengan undang-undang tentang trafficking. Kasus-kasus jual beli wanita merupakan akumulasi dari permasalahan ekonomi didaerah asal si perempuan.

Parameter yang menunjukkan bahwa suatu daerah dikatakan rentan terhadap masalah-masalah sosial adalah bila lapangan pekerjaan di wilayan tersebut sangat terbatas. Selain itu kebanyakan penduduknya miskin, angka pengangguran tinggi, serta lokasinya jauh atau terpencil dari kota namun sudah terjangkau teknologi seperti televisi.

Bila dilihat lebih dekat kondisi keluarganya, perempuan-perempuan yang 'nekat' melakukan kawin kontrak berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah dengan pendidikan orangtua yang rendah pula. Selain itu beban keluarganya besar karena anggota keluarga yang banyak, pendidikannya rendah (SD-SMP), tidak sekolah dan menganggur. Atau tak jarang para perempuan itu telah menjadi janda di usia muda dan memiliki tanggungan anak hasil pernikahannya.

Kondisi seperti itulah yang terlihat di Desa Tegalbuleud Kabupaten Sukabumi yang beberapa waktu lalu diributakan dengan kasus trafficking perempuan..

Tidak ada komentar: